Tanggal 1 Mei 2015 adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-21. Dalam keluarga yang bahagia, ulang tahun sebuah pernikahan adalah yang ditunggu-tunggu. Termasuk aku yang sangat menunggu hari bersejarah ini. Menurutku, keromantisan biduk rumah tangga tak lepas dari pentingnya mengingat ulang tahun pernikahan karena menikah adalah momen penting dimana aku memasuki babak baru dalam kehidupan berumah tangga.
Apa yang bisa kurefleksikan dari 21 tahun usia pernikahan ini? Ungkapan “Syukur”. Itu mungkin ungkapan yang paling pas untuk refleksi ini. Banyak kejadian lucu, menyedihkan, menggembirakan, mengharukan atau bahkan menjengkelkan yang kami alami yang membuat pernikahan kami terasa hidup, segar dan tidak menjemukan. Terima kasih Tuhan telah memberiku 21 tahun kehidupan pernikahan yang luar biasa ini. Pernikahan dengan istriku ini buatku adalah karunia terbesar dari Tuhan untuk hidupku.
Aku dan istriku mempunyai latar belakang dan sifat yang jauh berbeda dan saling bertolak belakang. Aku lulusan STIE YKPN sedangkan dia dari Tehnik Kimia Universitas Gajah Mada, kalau saya pendiam tidak pandai bicara, dia cerewet, banyak bicara dan tegas. Namun perbedaanlah yang membuat kami bisa saling menyeimbangkan, saling melengkapi, dan saling menyempurnakan. Mempersatukan perbedaan dalam sebuah kebersamaan tidaklah mudah. Kebersamaan dalam perbedaan dapat dipersatukan dengan kasih Allah yang nyata. Cinta memang indah, tapi keindahannya tidak tampil kecuali untukmu yang sabar dan setia. Kesabaran menyampaikanmu kepada masa yang damai bersama jiwa kecintaanmu, melampaui perbedaan dan kesulitan di antaramu.
Sebagai suami aku terus bersyukur atas anugerah Tuhan. Ia memberikan aku istri yang baik. Dia jujur dan selalu setia menjaga kehormatan rumah tangga. Aku bersyukur dengan menjaga dan menerima apa adanya dia dengan segala kelebihan dan kekurangannya serta selalu berusaha setia.
Sebagaimana Kitab Amsal menyatakan “Istri yang cakap adalah mahkota suaminya, tetapi yang membuat malu adalah seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya” (Pasal 12:4) dan “Istri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata” (Pasal 31:10).
Aku bersyukur karena istriku sungguh telah menjadi mahkota bagi hidupku.
Aku merasa bangga dan patut bersyukur kepada Tuhan, karena harus diakui sangat jarang sekali laki-laki yang berani berpacaran dengan perempuan yang saat itu berbeda sekali statusnya, seperti langit dengan bumi. Saat berpacaran, aku staff biasa, pemuda yang sangat pendiam, tidak pandai bicara apalagi merayu perempuan, tidak punya mobil. Sedangkan dia saat itu sudah dalam posisi sebagai Manager di suatu perusahaan, dan sudah mendapatkan mobil. Tapi aku tetap percaya diri, tetap percaya Tuhan selalu besertaku dan selalu menolongku, tiada yang mustahil bagiNya. Dan benar, aku berhasil membuatnya jatuh cinta, walau setiap kali apel hanya dengan berjalan kaki. Sebuah pengalaman luar biasa !
Kami bersyukur atas segala pengalaman selama perjalanan perkawinan kami: atas segala suka dan duka; atas kebahagiaan dan penderitaan; atas untung dan malang; terlebih atas rahmat kesetiaan yang telah memungkinkan kami berdua berpegang teguh pada ikrar perkawinan kami: berpadu dalam cinta.
Terima kasih Tuhan, Amien.
Kiriman dari Hendronoto-Bulevar Hijau
0 Response to "ISTRIKU MAHKOTA HIDUPKU"
Posting Komentar